Pages

Subscribe:

Minggu, 30 Oktober 2011

Dukunglah Komodo !

Di tengah minimnya kabar baik, berita soal komodo masuk sebagai salah satu nomine 7 Keajaiban Dunia Baru oleh New 7 (Seven) Wonders of Nature tentu membuat bahagia. Setidaknya, akan ada satu lagi kekayaan Indonesia yang mendapat pengakuan dari dunia internasional.

Maka, berbondong-bondonglah berbagai figur publik menyerukan agar bangsa Indonesia menunjukkan nasionalismenya lewat mendukung komodo. Caranya? Dengan mengirim SMS ke 9818. Awalnya, SMS dukungan ini bernilai Rp 1000, sekarang, demi menggalakkan dukungan, SMS-nya hanya dikenai biaya Rp 1.

Pendukung kampanye ini tidak main-main. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi duta resmi pemenangan Pulau Komodo. Dari DPRD Manggarai Barat, sembilan hakim agung Mahkamah Konstitusi, MPR, berbagai pimpinan media massa dan pengusaha nasional, selebritas semacam Fadli 'Padi' dan RAN, Slank, bahkan sampai Presiden SBY pun menyerukan dukungan.

Kerjasama dengan empat provider telekomunikasi pun dilakukan demi melancarkan pemilihan via SMS. Saking menggilanya jumlah kiriman SMS untuk memenangkan Pulau Komodo, penyedia layanan SMS Mobilink pun sampai menaikkan kapasitas servernya. Bisa dipastikan, menjelang masa berakhirnya masa pemilihan pada 11 November nanti, dukungan akan semakin meningkat.

Jusuf Kalla memperkirakan, Pulau Komodo membutuhkan 30 juta suara untuk menang. Nah, sudah berapa banyak dukungan yang diperoleh Pulau Komodo sampai sekarang? Ketua Pendukung Pemenangan Komodo, aktivis lingkungan Emmy Hafild mengaku saat ini pendukung Komodo sudah mencapai puluhan juta, meskipun tidak boleh disebutkan detail berapa tepatnya voters yang mendukung Komodo.

Alasannya, "Peraturan dari panitia penyelenggara The 7 Wonders melarang peserta memberikan rincian voters karena kompetisi ini tidaklah menggunakan penghargaan juara satu, dua dan tiga," Jelas Emmy Hafild kepada wartawan. 

Maladewa termasuk salah satu negara yang masuk dalam nomine 7 Keajaiban Dunia Baru ini, tapi kemudian memutuskan mundur. Alasannya? Seperti tercantum dalam situs resmi pemasaran dan hubungan masyarakat Maladewa, bahwa penyelenggara tidak transparan dalam menjelaskan bagaimana cara mereka menghitung dukungan.

Itu baru satu alasan. Yang lainnya adalah biaya-biaya tak terduga yang terus meningkat jumlahnya. Mereka menyebut harus membayar sponsor platinum mencapai $350 ribu; dua biaya sponsor emas dengan total $420 ribu, mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi, menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, kunjungan wartawan; biaya $1 juta dolar bagi penyedia layanan telepon untuk berpartisipasi dalam kampanye New7Wonders; dan $1 juta lagi agar maskapai Maladewa bisa menempelkan logo New7Wonders di pesawat-pesawat mereka.

Biaya-biaya ini sangat besar hanya demi sebuah predikat 'ajaib'. Toh selama ini reputasi komodo sebagai tujuan wisata dunia juga sudah diakui.

Selain itu, bukankah biaya jutaan dollar itu bisa lebih baik digunakan untuk sebuah kampanye wisata Indonesia yang terencana (semacam Malaysia dengan Truly Asia-nya atau Thailand lewat Amazing Thailand-nya) daripada demi membayar biaya-biaya lisensi pada sebuah perusahaan yang tidak jelas reputasinya?

Yang perlu diingat lagi, bahwa lembaga New7Wonders yang mengadakan kompetisi ini sama sekali tidak terhubung dengan lembaga UNESCO di bawah PBB.

UNESCO sudah lebih dulu menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986.

Bahkan, UNESCO sampai mengeluarkan pernyataan tersendiri demi menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan dengan penetapan Situs-Situs Warisan Dunia sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh New7Wonders (Pernyataan resmi dari UNESCO bisa dibaca di sini).

Sejak 2007, UNESCO menyatakan bahwa mereka sudah berkali-kali diajak bekerjasama oleh organisasi milik Bernard Weber ini, tapi mereka memilih untuk tidak berpartisipasi. Lembaga PBB biasanya menggunakan bahasa-bahasa yang diplomatis.

Maka ketika UNESCO mengatakan, "tidak ada yang bisa dibandingkan antara kampanye media yang dilakukan Tuan Weber dengan pekerjaan ilmiah dan proses pendidikan yang kami lakukan di UNESCO sehingga menghasilkan daftar situs-situs Warisan Dunia," itu artinya mereka sedang memberi peringatan keras akan cara kerja lembaga ini.

Lalu, kenapa kita masih ngotot memenangkan komodo dalam kompetisi yang tidak jelas cara penjuriannya ini? Yang jika kita menang pun, kita masih harus membayar biaya-biaya tinggi demi meraih pengakuan internasional?

Sebegitu hauskah kita akan pengakuan internasional dari lembaga yang reputasinya tidak jelas? Apa yang menurut Anda membuat berbagai figur publik seolah terbutakan akan fakta-fakta yang tersedia dan secara membuta mendukung komodo?

[+/-] Selengkapnya...

Zombie-zombie di Maryland

Liputan6.com, Maryland: Parade Zombie Walk hampir tiap tahun diselenggarakan di Kota Silver Spring, Maryland, Amerika Serikat, jelang Halloween. Ini terbukti dari makin banyaknya warga yang bersedia didandani ala mayat hidup. Mereka berkeliaran di jalanan layaknya mayat hidup yang mengincar korban.
Mayat-mayat hidup yang gentayangan di jalan terdiri dari beragam profesi. Ada pengacara, wartawan, dokter, polisi, pastor, tentara, polisi, dan sebagainya. Masing-masing peserta menghayati peran mereka. Persiapan kostum dan make-up dilakukan secara serius.
Tak heran dandanan mereka seakan nyata dan sangat menakutkan. Ini diakui seorang peserta parade Zombie Walk. "Ini sangat luar biasa, memang sih sedikit menakutkan," ucap warga setempat.(AIS)

[+/-] Selengkapnya...

ASEAN Perkuat Kerjasama

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurfahmi Budi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ajang simposium bertema Moving ASEAN Community Forward into 2015 and Beyond menjadi tempat untuk mengkritisi posisi negara-negara yang ada di jalur Asia Tenggara, agar bersatu untuk menghadapi tantangan, terutama di level ekonomi global.
Karena itulah, seluruh stakeholder yang hadir pada acara ini sepakat untuk meningkatkan kerjasama agar kondisi dan situasi seluruh sektor bisa berjalan lebih kuat, terutama menghadapi ancaman di bidang ekonomi dan politik.
Kesepakatan untuk memerkuat semua lini tersebut diucapkan Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan, Direktur Jenderal untuk Kerjasama ASEAN-Indonesia Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Djauhari Oratmangun, Direktur Eksekutif Economic Research for ASEAN and East Asia (ERIA) Hidetoshi Nishimura dan lebih dari 200 perserta simposium.
Mereka sepakat untuk menyatukan langkah demi progresifitas di bidang ekonomi, sosial politik, keamanan politik, landasan budaya ASEAN, inovasi dan ekonomi yang ramah lingkungan, ketahanan pangan bersama dan keamanan energi.
Selain itu, menurut Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan, ASEAN juga akan meningkatkan pengaruhnya di dunia, terutama di proses integrasi, diplomasi, pendidikan dan komunikasi bisnis dengan kawasan lain.
"Kami akan melangkah lebih kompleks, sehingga semua segmen bisa kami lalui dengan baik. Intinya, pada tahun 2015 mendatang, ASEAN memiliki policy yang kuat di kawasan Asia Timur khususnya, dan dunia pada umumnya," tutur Surin.
Ia percaya, dengan seluruh komponen kekuatan yang ada di ASEAN, semuanya bisa 'dilawan' dengan baik. Beberapa inovasi terkait kebijakan ASEAN juga sudah telontar dan dijadikan cetak biru bagi perjalanan ASEAN.
"Kami akan lontarkan semuanya pada ASEAN Summit 2011 di Bali. Di sana, kami akan mengatualkan kondisi serta merencanakan aplikasi konkret apa yang akan dikerjakan menuju tahap awal di tahun 2015," kata Surin.

[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 28 Oktober 2011

Popularitas Partai Demokrat Turun

JAKARTA, KOMPAS.com — Beberapa survei akhir-akhir ini yang menunjukkan menurunnya tingkat popularitas Partai Demokrat dianggap wajar. Partai Demokrat dihukum oleh pemilih karena mereka berkampanye soal antikorupsi, tetapi pada kenyataannya petinggi partai itu justru terlibat kasus korupsi.
Ahli komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Ghazali, kepada Kompas di Jakarta, Jumat (28/10/2011), mengatakan, penurunan tingkat keterpilihan atau elektabilitas Partai Demokrat dalam berbagai survei wajar jika melihat rekam jejak partai itu.
Menurut Effendi, Partai Demokrat mengaku partai yang bersih dan memberantas korupsi, tetapi ketika petingginya, mantan bendahara umum partai tersebut, Muhammad Nazaruddin, diduga terlibat kasus korupsi, perlu waktu lama untuk memutus hubungan.
Belum lagi, lanjut Effendi, dalam kampanye dan iklan partai yang ditayangkan berulang-ulang di media, Partai Demokrat menempatkan diri sebagai partai antikorupsi.
"Bahkan sampai ada iklan katakan tidak pada korupsi, sampai berulang-ulang, sehingga lahir ekspektasi yang tinggi pada mereka," katanya.
Oleh karena itu, ungkap Effendi, sekali Partai Demokrat melakukan persoalan yang ada kaitannya dengan korupsi, walaupun tidak langsung (oleh oknum dari partai itu), dan partainya tidak mengambil tindakan tegas, jatuhnya lebih dalam lagi.
Ia menyebutkan, bukan hanya Partai Demokrat yang terkena serangan balik akibat jualan atau kampanye partainya sendiri. Dia mencontohkan, publik juga terpengaruh ketika mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Arifinto, ketahuan sedang membuka gambar pornografi melalui gadget yang dipakainya.
Effendi mengatakan, ekspektasi publik bisa berbalik ketika ternyata partai yang diharapkan justru melakukan hal yang sebaliknya.
"Kasus anggota DPR dari PKS yang buka-buka iPad itu menjadi besar karena PKS yang punya harapan partai bersih, agamis, dan lain-lain. Kalau dilakukan oleh partai lain, mungkin berbeda, publik mungkin hanya bilang, 'Wah ini partai nasionalis bukan partai religius'," kata Effendi.

[+/-] Selengkapnya...

KPK Terjebak Laporan Pengaduan Masyarakat

JAKARTA, KOMPAS.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai terjebak dengan laporan pengaduan masyarakat, atas kasus-kasus korupsi yang mandek ditangani kepolisian dan kejaksaan di berbagai daerah. Akibatnya, KPK tak bisa fokus menangani korupsi dengan nilai kerugian besar bagi negara, seperti di sektor penerimaan negara.
"KPK itu terperangkap dalam jebakan laporan masyarakat. Memang laporan pengaduan masyarakat itu sengaja dibuka KPK. Sebanyak 90 persen kasus-kasus yang dilaporkan itu mandek di kejaksaan dan kepolisian," kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki kepada Kompas di Jakarta, Jumat (28/10/2011).
Menurut Teten, dengan sumber daya yang sangat terbatas, sementara jumlah laporan pengaduan masyarakat yang harus ditangani ribuan, energi KPK dihabiskan hanya untuk menangani laporan-laporan tersebut.
"KPK jadi tak bisa bergerak untuk kasus korupsi di sektor yang lebih besar," ujarnya.
Teten mengatakan, KPK sebenarnya bisa fokus menangani tiga hal, yakni korupsi di sektor penerimaan negara seperti pajak dan penerimaan negara dari sumber daya alam, korupsi politik, serta mafia hukum. Ketiganya dinilai Teten saling berkait.
"Istilahnya state capture (swasta yang memanipulasi regulasi negara). Oleh karena itu, bisa saja dimulai dari perencanaan anggaran yang kemudian diincar oleh pebisnis," ujarnya.

[+/-] Selengkapnya...

Partai Demokrat

JAKARTA, KOMPAS.com Sering beriklan dan menyebut diri partai antikorupsi, tetapi kemudian petingginya terseret kasus korupsi di berbagai kementerian, membuat kredibilitas Partai Demokrat hancur di mata publik.
Survei yang dilakukan Political Research Institute for Democracy menunjukkan, kasus korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dan diduga melibatkan sejumlah petinggi partai itu telah menggerus kepercayaan rakyat kepada partai pemenang Pemilu 2009 ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan Political Research Institute for Democracy (Pride) di wilayah DKI Jakarta, selama Agustus hingga September lalu, tergambar tingginya ketidakpercayaan pemilih terhadap kredibilitas Partai Demokrat.
Sebanyak 52 persen responden menyatakan tidak mempercayai kredibilitas Partai Demokrat, setelah ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan kader partai ini. Hanya 21 persen responden yang menyatakan masih percaya, dan 27 persen yang menjawab tidak tahu.
Survei melibatkan 500 respoden, dengan margin eror 4,4 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Peneliti Pride, Agus Herta Sumarto, di Jakarta, Jumat (28/10/2011), mengatakan, sampel sengaja diambil hanya dari DKI Jakarta karena ibu kota Indonesia ini dinilai sebagai barometer nasional.
Selain itu, Jakarta menjadi gambaran bahwa pemilihnya tak pernah loyal pada satu partai.
"Pada Pemilu 1999, PDI-Perjuangan menang di Jakarta. Namun tahun 2004, PKS yang kemudian menang. Sementara itu, Pemilu 2009 dimenangkan Partai Demokrat. Ini menggambarkan betapa tidak loyalnya pemilih di Jakarta," kata pendiri Pride yang juga Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Didik J Rachbini.
Menurut Herta, ketidakpercayaan publik terhadap kredibilitas Partai Demokrat memang disebabkan oleh kasus korupsi wisma atlet SEA Games yang melibatkan Nazaruddin dan juga petinggi partai lainnya.
"Masyarakat sekarang melihat Nazaruddin bagian dari Partai Demokrat, apalagi posisinya adalah bendahara umum yang tugasnya mencari dana untuk partai. Ketika Nazaruddin terlibat korupsi, masyarakat langsung berpersepsi bahwa dia mencari dana untuk partai. Otomatis Partai Demokrat sudah tidak bersih lagi di mata publik," kata Herta.
Hasil survei juga menunjukkan, 67 persen responden meyakini bahwa kasus korupsi wisma atlet tak hanya menjadi tindakan pribadi Nazaruddin, tetapi juga bersangkut paut dengan Partai Demokrat. Hanya 11 persen responden yang yakin kasus korupsi wisma atlet murni melibatkan Nazaruddin. Sisanya menjawab tidak tahu

[+/-] Selengkapnya...

Papua

Oleh Manuel Kaisiepo, Anggota DPR dari Fraksi PDI-P Rangkaian konflik disertai tindak kekerasan yang terus bereskalasi di Papua seakan melanggengkan label Papua sebagai ”zona konflik”. Zona ini memberlakukan hukum ”pasar kekerasan” di mana kekerasan menjadi komoditas yang ”diperjualbelikan” untuk berbagai kepentingan yang tidak jelas.
Konflik dan rangkaian kekerasan yang terus terjadi—apa pun motif dan tujuannya, terjadi begitu saja atau by design—mengindikasikan ketidakmampuan pemerintah (pusat dan daerah) dalam menangani masalah Papua secara konsisten, komprehensif, adil, dan bermartabat.
Sungguh ironis, konflik berlarut-larut disertai tindak kekerasan di Papua itu terjadi justru setelah Papua dideklarasikan sebagai ”Tanah Damai”.
Ironis, sebab konflik disertai kekerasan itu terus terjadi setelah lebih dari satu dekade diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua (UU Otsus Papua). UU ini lahir sebagai suatu konsensus politik sekaligus upaya win-win solution guna mengakhiri konflik politik dan kekerasan selama 30 tahun pemerintahan Orde Baru serta untuk meningkatkan kesejahteraan, harkat, dan martabat rakyat Papua.
Melalui UU Otsus Papua, pemerintah mendelegasikan kewenangan yang besar kepada pemerintah daerah disertai kucuran dana yang juga sangat besar. Dana puluhan triliun rupiah ini di luar dana lain seperti APBD dan dekonsentrasi.
Pemerintah juga baru saja mencanangkan kebijakan khusus untuk Papua melalui dua peraturan presiden (perpres) yang ditandatangani 20 September 2011. Pertama, Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Kedua, Perpres Nomor 66 Tahun 2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Perpres itu dilengkapi dokumen rinci berjudul Rencana Aksi yang Bersifat Cepat Terwujud Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2012.
Mengapa komitmen pemerintah terhadap proses pembangunan di Papua melalui UU Otsus Papua, dua perpres, rangkaian kebijakan lainnya, dan disertai kucuran dana triliunan rupiah belum mampu meningkatkan kualitas hidup serta harkat dan martabat rakyat asli Papua?

[+/-] Selengkapnya...